Jumat, 16 November 2012


WISATA PANTAI ACEH


1. PANTAI LAMPUUK
Alamat          :  Lampuuk | Lho'nga | Aceh Besar
Tiket masuk  : Rp 3000/ orang


LAMPUUK, merupakan pantai indah yang terletak di lhoknga, Aceh besar, keindahaan pasir putihnya dan air laut dengan warna biru yang jernih memberikan kenyamanan dan kedamaian bagi setiap orang yang berkunjung ketempat ini. 

Berkunjung kesini tidak perlu susah susah memikirkan makanan apa yang harus dibawa, karena disini banyak kuliner khas aceh di sepanjang jalan menuju ke lampuuk maupun di pantai lampuuknya sendiri, meskipun banyak penjual di pinggiran pantai lampuuk ini. namun kebersihan pantai  tetap terjaga. Kita bisa menikmati keindahan pantai ini dengan menikmati berbagai kuliner yang ada, sambil duduk lesehan diatas pondok-pondok kecil yang indah dan sederhana.

Untuk memacu aderenalin dan mengubah mood menjadi lebih ekpresif lagi, kita bisa mencoba salah satu paket wisata watersport permainan banana boat atau yang lainnya. Keluarkan segala unek-unek dalam diri yang tersimpan selama ini, rasakan indahnya dan damainya pantai lampuuk di Aceh ini. Visit Aceh dan nikmati beautiful day of lampuuk beach.
Pondok indah dan sederhana

Banana Boat




penginapan di tebing lampuuk

take pic like this







PANTAI PASIR PUTIH

Alamat : Krueng Raya / Aceh Besar
Tiket  masuk : Rp 4000/orang


Pantai pasir putih salah satu pantai wisata di Aceh Besar. Pantai ini terletak sekitar 30 km dari Kota Banda Aceh. Hanya perlu waktu 40 menit menuju ke sana. Jalan yang bagus dan luas menjadikan perjalanan sangat lancar. Hanya perlu sedikit hati-hati karena ada beberapa anak muda yang belum sadar betapa berharganya hidup suka kebut-kebutan. Sepanjang jalan perjalanan ke sana disuguhi pemandangan pantai dan perumahan masyarakat. Untuk menuju ke sana, kita juga melewati beberapa pantai lain yang banyak dikunjung warga, seperti Ujong Batee dan Ladong.
Sesampai di pelabuhan Krueng Raya, ada beberapa tanjakan terjal perbukitan. Bukit ini dinamakan dengan Bukit Soeharto. Saya tidak tahu persis kenapa dinamakan demikian. Setelah mendaki tanjakan pertama, di sebelah kanan ada jalan masuk. Di ujung jalan ada sebuah benteng peninggalan masa lalu yag dikenal dengan Benteng Inong Balee. Benteng ini terbuat dari batu yang disusun tinggi dan menghadap lautan. Konon, dulunya dipakai oleh Laksanaman Malahayati untuk mempertahankan Kerajaan Aceh Darussalam dari serangan bangsa asing. “Inong Belee” berarti perempuan janda.  Menurut sebuah cerita, Laksamana Malahayati (seorang perempuan dan janda) memimpin sebuah pasukan tempur yang terdiri dari perempuan janda dalam kerjaan Aceh Darussalam. Inilah yang menyebabkan benteng ini disebut benteng Inong Balee. Dari puncak bukit ini juga kita dapat saksikan hiruk pikuk pelabukan Krueng Raya.
Lanjutkan perjalanan beberapa menit. Untuk sampai ke Pasir Putih anda perlu masuk ke sebelah kiri sekitar 500 meter dan membayar tiket Rp. 4000,-. Ujung jalan akan langsung berbatasan dengan lautan Samuera Hindia yang maha luas. Seperti namanya, pasir di pantai ini memang putih adanya. Pepohonan tumbuh di pinggir pantai. Di ujung sebelah Barat banyak pohon tumbuh di dalam lautan. Ini mejadi pemandangan yang sangat indah. Beberapa orang duduk di atas pohon sambil memancing. Saya tidak tahu ikan apa yang banyak di sini. Namun dari salah seorang yang saya lihat mendapatkan ikan, ada seekor ikan warna warni khas ikan laut yang biasa dimasukkan dalam aquarium.
Menyenangkan bermain di pinggir pantai. Pasir yang lebut dan gelombang yang kecil menjadikan pantai ini sangat aman bagi anak-anak untuk mandi. Hanya saja perlu sedikit hati-hati karena di beberapa bagian ada karang batu yang tajam dan bisa melukai. Untuk mandi sangat aman mengunjungi sebelah Timur. Di sana lebih aman dari batu karang. Ada juga masyarakat yang menyediakan ban mobil yang bisa dipakai untuk pelampung. Hanya saja, di bagian timur sangat sedikit pepohonan sehingga terasa sangat panas dan susah mencari tempat berteduh dari sengatan matahari.
Sayangnya, hampir di sepanjang pantai banyak warga sekitar yang membuat gubuk-gubuk untuk berjualan. Kebanyakan mereka membuang sampah dagangan; kelapa muda, botol, plastik, kertas bungkusan, di lautan. Dan pasti saja lautan tidak menerima kotoran itu lalu mengembalikannya ke pantai. Sampah-sampah ini menjadikan pasir yang putih dan indah menjadi tertutup dengan sampah. Apalagi banyak masyarakat yang melepaskan sapinya di sana, sehingga di berbagai tempat ditemui banyak kotoran sapi. Ini menjadikan pandangan tidak nyaman.
Tapi, bagaimanapun, pemandangan lautnya, pohonnya, pasirnya yang lembut, tetap menjadikan kunjungan ini menyenangkan. Apalagi pergi dengan orang-orang yang kita cintai. Saya sarankan ayo kunjungi Aceh dan jelajahi pantainya,asik!! =)  





WISATA ARSITEKTUR


MESJID RAYA BAITURRAHMAN

Bagi yang sudah pernah berkunjung ke Banda Aceh pasti tidak melewatkan kunjungannya ke Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. Mesjid yang terletak di pusat kota Banda Aceh ini adalah salah satu mesjid termegah di Asia Tenggara. Mesjid ini berlokasi bersebelahan dengan pasar tradisional Aceh, “Pasar Aceh”.
Menempaati area lebih kurang lebih empat hektar, meesjid ini berasitektur indah dan unik, memiliki tujuh kubah, empat menara dan satu menara utama. Ruangan dalam berlantai marmer dan dapat menampung hingga 9000 jamaah.
Masjid Raya Baiturrahman adalah sebuah masjid yang berada di pusat Kota Banda Aceh. Masjid ini dahulunya merupakan masjid Kesultanan Aceh.
Sewaktu Belanda menyerang kota Banda Aceh pada tahun 1873, masjid ini dibakar, kemudian pada tahun 1875 Belanda membangun kembali sebuah masjid sebagai penggantinya.
Mesjid ini berkubah tunggal dan dapat diselesaikan pada tanggal 27 Desember 1883. Selanjutnya Mesjid ini diperluas menjadi 3 kubah pada tahun1935. Terakhir diperluas lagi menjadi 5 kubah (1959-1968). Mesjid ini kemudian telah diperluas dan saat ini memiliki 7 kubah.
Masjid ini merupakan salah satu masjid yang terindah di Indonesia yang memiliki bentuk yang manis, ukiran yang menarik, halaman yang luas dan terasa sangat sejuk apabila berada di dalam ruangan masjid tersebut.Mesjid Raya Baiturrahman dibangun pada masa kerajaan Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Mesjid ini merupakan saksi bisu sejarah Aceh dan menjadi maskas pertahanan rakyat Aceh ketika berperang dengan Belanda Banyak peristiwa penting yang tercatat terjadi di mesjid ini.
Peristiwa sejarah yang terakhir adalah terjadinya bencana tsunami 24 Desember 2004. Kita menyaksikan bagaiman ketinggian dan derasnya air tsunami yang hampir menggenangi ruangan dalam Mesjid Raya Baiturrahman dan saksi sejarah bagi orang-orang yang selamat ketika berlindung di mesjid Raya Baiturrahman. Setelah air tsunami surut, ribuan jenazah korban tsunami diletakkan di dalam mesjid Raya Baiturrahman.




Kamis, 15 November 2012


WISATA ZIARAH
Makam Kerkhof Belanda: Saksi Bisu Dahsyatnya Perang Aceh

Aceh adalah kuburan militer Belanda yang terletak di luar negeri Belanda. Kuburan tentara ini adalah salah satu yang terluas di dunia. Sekitar 2.200 tentara termasuk empat orang jenderal dimakamkan di sini, di tanah tempat para pejuang Aceh yang sangat gigih melawan kolonialisme Belanda.
Perang Aceh berlangsung pada 1873-1904, sebuah perang dimana dalam sejarah Belanda, inilah perang yang paling pahit melebihi pahitnya pengalaman mereka dalam Perang Napoleon.
Kuburan Kerkhoff merupakan pemakaman terbesar kedua tentara Belanda setelah yang pertama terbesar di Belanda. Kuburan Kerkhoff menjadi objek wisata menarik, khususnya bagi wisatawan mancanegara asal Belanda. Hingga saat ini Pemerintah Kerajaan Belanda sangat haru dan menghormati warga Banda Aceh yang merawat dengan rapi kuburan tersebut.
Belanda menyerang Kesultanan Aceh pada 8 April 1873 melalui laut sambil menembakkan meriam dari kapal perang Citadel Van Antwerpen. Saat itu tentara Belanda jumlahnya mencapai 3.198 orang, termasuk tentara dari etnis Jawa, Ambon, Batak, dan tentara etnis Indonesia lainnya yang tergabung dalam Angkatan Bersenjata Hindia-Belanda.
Pada masa pendudukan Hindia Belanda, Masjid Agung Baiturrahman dikuasai tentara Belanda. Namun, pada periode pertama perang tersebut (1873-1874), masyarakat Aceh berhasil menahan serangan Belanda. Johan Harmen Rodolf Kohler yang merupakan jenderal Belanda yang memimpin Perang Aceh kemudian terbunuh dan dimakamkan di Kerkhoff, Banda Aceh.
Bagian paling meletihkan selama perang tersebut adalah perjuangan merebut kembali Masjid Agung Baiturrahman. Perang terus berkecamuk hingga empat periode dari 1873 sampai 1910. Dengan metode perang gerilya akhirnya pejuang Aceh membuat Belanda menyerah dan meninggalkan Tanah Rencong. Cut Nyak Dhien yang memimpin penyerangan tersebut terus berjuang melawan kolonialisme hingga akhirnya ditangkap, diasingkan dan wafat di Sumedang, Jawa Barat.
Banyak hal menarik dapat Anda temui di kompleks pemakaman ini. Seperti kisah para prajurit semasa hidupnya sampai pada saat dikubur. Semuanya diceritakan sekilas pada batu nisan sehingga makam ini seolah-olah sedang bercerita kepada Anda tentang masa hidupnya.
Ada yang unik di tengah-tengah kuburan tentara Belanda itu, terdapat sebuah kuburan yang terpisah dari yang lainnya, yaitu kuburan Meurah Pupok, satu-satunya putera dan kesayangan Sultan Iskandar Muda. Meurah Pupok dihukum rajam oleh ayahnya sendiri Sultan Iskandar Muda karena berbuat zina. Meurah Pupok berbuat zina dengan isteri seorang perwira muda yang menjadi pelatih dari angkatan perang Aceh. Pada waktu perwira muda itu pulang dari tempat latihan di Blang Peurade, didapatinya Meorah Pupok sedang berduaan dengan isterinya. Meurah Pupok segera melarikan diri. Karena marahnya si perwira itu menghunuskan pedang pada isterinya. Kemudian perwira tersebut melapor kepada Sultan Iskandar Muda untuk dilakukan penyelidikan. Akhirnya Meurah Pupok tertangkap dan dihukum rajam sampai mati oleh Sultan Iskandar Muda selaku ayahnya di depan umum.
Makam Kerkhoff tidak saja bukti nyata kepahlawanan rakyat Aceh melawan penjajah tetapi juga merupakan bukti nyata keadilan Sultan Iskandar Muda dalam menjunjung tinggi hukum di masa pemerintahannya.

Transportasi dan Berkeliling
Aceh merupakan daerah yang menarik untuk dikunjungi, karena banyak menyimpan peninggalan sejarah. Komplek Makam Kerkhoff berukuran 150 x 200 m berlokasi di Jalan Teuku Umar, Kampung Sukaramai, Blower (samping Blang Padang) Banda Aceh.
Di area ini juga terdapat makam putra Sultan Iskandar Muda, yaitu Amat Popok yang berzina dan dijatuhi hukuman rajam.
Situs lain tentang saksi hebatnya Perang Aceh dapat Anda temukan di pusat kota Banda Aceh. Tepatnya di Kelurahan Blower Kecamatan Baiturrahman dimana cukup mudah untuk dijangkau karena terletak di depan Lapangan Blang Padang Banda Aceh. Anda bisa mencapai kompleks pemakaman ini dengan menggunakan sepeda atau motor sambil berkeliling ke tempat-tempat bersejarah lainnya di sekitar kota Banda Aceh.






KAWASAN MENARIK

PLTD APUNG ACEH
Alamat : desa Punge blang cut / jln. Harapan / Banda aceh

Inilah bangkai kapal besar yang karam di tengah kampung dekat Pantai Ulee Lheue. Keberadaannya mengingatkan betapa dahsyatnya tsunami di Aceh pada 26 Desember 2004. Bencana tersebut diawali gempa berkekuatan 8,9 skala richter kemudian diikuti datangnya air bah yang tidak diduga sehingga mengakibatnya ratusan ribuan orang merenggang nyawa dan meluluhlantahkan kehidupan masyarakat Banda Aceh.
Anda dapat melihat bangkai kapai ini di Kampung Punge Blang Cut, Kecamatan Jaya Baru, Banda Aceh. Sebagian besar rumah penduduk saat itu habis terseret air laut saat tsunami menerjang dan kini telah beganti dengan bangunan yang baru.
Bangkai Kapal Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Apung I yang memiliki bobot mati sekitar 2.600 ton, panjang 19 meter, dan lebar 9 meter ini telah merangsek ke daratan sejauh 2 Km dari Pelabuhan Uleelheue. Kapal ini adalah milik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang datang ke Aceh pada 2003 untuk memenuhi kebutuhan listrik di Banda Aceh saat itu melalui jalur laut. Sebelumnya, kapal generator listrik berkapasitas 10 megawatt tersebut berlabuh di berbagai tempat dan terakhir bertugas di Kalimantan Barat. Dengan kekuatan listrik yang dihasilkan sebesar 10,5 MW tak heran kapal ini sangat penting peranannya bagi masyarakat Aceh.
Anda dapat membayangkan bagaimana kapal ini terseret gelombang tsunami. Bagaimana kalutnya orang-orang saat melihat besarnya ukuran kapal ini terseret ke daratan. Akan tetapi, lebih menakutkan lagi adalah betapa besar, kuat dan tinggi gelombang ombak yang membawa kapal besar ini hingga karam di tengah daratan.
 Kapal ini sebelumnya berada di posisi 3 Km dari pelabuhan lalu terbawa ke darat hingga karam di tengah kampung. Saat tsunami menerjang di atas kapalnya ada 11 ABK tetapi dari 11 orang hanya 1 ABK yang selamat. 1 ABK yang selamat karena tetap berada di atas kapal ketika tongkang itu terbawa ombak ke daratan. Ketika air surut, ABK yang lain turun dari kapal dan hanya seorang yang tidak turun. Nah, saat air laut mulai naik kembali, 10 ABK justru terkena air bah tsunami, sementara hanya 1 ABK yang tetap di atas kapal-lah yang beruntung selamat.
Di tempat ini Anda tidak hanya bisa memandang kapal dari bawah namun bisa menjelajah hingga ke 3 lantainya. Untuk ke atas kapal, Anda bisa melalui tangga besi yang ada di lambung kapal.

Tidak jauh dari bangkai kapal ini Anda bisa berjalan-jalan ke Taman Edukasi Tsunami. Taman tersebut sangat asri dengan pepohonan rindang di seluruh bagiannya. Jalan setapak yang dibangun berkelok-kelok membuat taman itu terlihat indah. Anda juga dapat melihat-lihat foto-foto tsunami yang dipajang di dekat taman.

Transportasi
Untuk mencapai bangkai Kapal Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Apung I maka Anda akan memasuki jalan kampung sekitar 300 meter. Jalanannya tidak terlalu lebar tetapi sudah beraspal mulus. Lokasinya di Kampung Punge Blang Cut, Kecamatan Jaya Baru, Banda Aceh. Lokasi wisata ini hanya 1 km dari pusat kota Banda Aceh dan Anda dapat menyewa motor becak dengan harga sesuai.







Rabu, 14 November 2012


museum & monumen aceh

MUSEUM TSUNAMI
Alamat : Jalan Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh 23125
Jadwal buka :
Senin s/d Kamis pukul 09.00 s/d 12.00 WIB dan buka kembali 14.00s/d16.30 WIB
Jum’at Libur
Sabtu dan Minggu pukul 09.00 s/d 12.00 WIB dan buka kembali 14.00s/d16.30 WIB




Tidak lengkap rasanya, kalau berkunjung ke Aceh tanpa mengunjungi Museum Tsunami. Museum ini dibangun oleh BRR NAD-NIAS setelah  perlombaan desain yang dimenangkan M. Ridwan Kamil, dosen ITB dan berhak atas dana 100 juta rupiah. Museum ini sendiri menghabiskan 140 Milyar untuk pembangunannya. Bila diperhatikan dari atas, museum ini merefleksikan gelombang tsunami, tapi kalo dilihat dari samping (bawah) nampak seperti kapal penyelamat dengan geladak yang luas sebagai escape building.Begitu masuk di dalam, anda serasa memasuki lorong gelap gelombang tsunami dengan ketinggian 40 meter dengan efek air jatuh. Hati-hati  dengan kepala anda, siapkan topi lebar agar rambut dan baju anda tidak basah. Bagi yang takut gelap dan masih phobia dengan tsunami, tidak disarankan untuk masuk dari jalur ini. Setelah melewati tempat ini, puluhan standing screen menyajikan foto-foto pasca tsunami berupa kerusakan dan kehancuran serta kematian, yang penuh dengan gambar korban dan gambar pertolongan terhadap mereka.

Setelah dari ruangan ini, anda akan memasuki “Ruang Penentuan Nasib” atau “Fighting Room”, sering disebut juga The Light of God. Ruangan ini berbentuk seperti cerobong semi-gelap dengan tulisan Allah dibagian puncaknya. Hal ini merefleksikan perjuangan para korban tsunami. Dimana, bagi mereka yang menyerah ketika tersekap gelombang tsunami, maka nama mereka terpatri di dinding cerobong sebagai korban. Sebaliknya, bagi mereka yang merasa masih ada harapan, terus berjuang seraya mengharapkan belas kasih dari Yang Maha Menolong. Begitu mereka yakin akan adanya pertolongan Allah, maka mereka seakan seperti mendengar adanya panggilan ilahi dan terus berjuang hingga selamat keluar dari gelombang tersebut.

Alhamdulillah, mereka akhirnya betul-betul bisa keluar dari gelombang maut tersebut setelah berputar-putar melawan arus. Hal ini direfleksikan dengan perjalanan memutar keluar dari cerobong tersebut menuju Jembatan Harapan (Hope Bridge). Ketika mencapai jembatan ini, para survivor melihat bendera 52 negara, seakan mereka mengulurkan bantuan untuk mereka. Melalui jembatan ini, seperti melewati air tsunami menuju ke tempat yang lebih tinggi. Di sini anda akan di sambut dengan pemutaran film tsunami selama 15 menit dari gempa terjadi, saat tsunami terjadi hingga saat pertolongan datang.

Keluar dari sini anda akan melihat banyak foto raksasa dan artefak tsunami. Misalnya: jam berdiri besar yang mati saat waktu menunjukkan pukul 8.17 menit atau foto jam Mesjid Raya Baiturrahman yang jatuh dan mati juga pada saat tersebut. Artefak lainnya ialah miniatur-miniatur tentang tsunami. Misal, orang-orang yang sedang menangkap ikan di laut dan berlarian menyelamatkan diri saat gelombang melebihi tinggi pohon kelapa menerjang mereka. atau bangunan-bangunan rumah yang porak-poranda oleh gempa sebelum datang air bah “membersihkannya”.

Naik ke lantai tiga, disana terdapat bermacam-macam sarana pengetahuan gempa dan tsunami berbasis iptek. Diantaranya sejarah dan potensi tsunami di seluruh titik bumi, simulasi meletusnya gunung api di seluruh Indonesia, simulasi gempa yang bisa disetel seberapa skala richtel yang kita mau dan kalau beruntung anda juga bisa “ikut menikmati” simulasi 4D (empat dimensi) kejadian gempa dan tsunami. Selain itu juga terdapat desain ideal rancangan tata ruang bagi wilayah yang punya potensi tsunami.Akhirnya, di ujung kunjungan, anda bisa menikmati beberapa kue kering khas Aceh seperti keukarah, ceupet kuet, gula u tarek dan lainnya di Ruang Souvenir. Terdapat juga kaos-kaos dan souvenir khas Aceh seperti rencong, bros rencong  dan bros pinto aceh dan ada banyak lagi. Turun ke bawah, anda bisa bersantai dipinggir kolam jembatan Harapan sambil melihat ikan-ikan hias yang berenang ke sana kemari atau mengambil beberapa moment foto di geladak museum. Bila beruntung, anda bisa berfoto dengan para calon penganten yang sering melakukan foto pra-wedding disini. Tapi bila terasa lapar dan ingin sholat dhuha, tersedia cafe dan ruang musholla bagian bawah sebelah timur gedung. Bila ingin ke kamar kecil, anda bisa menggunakan ruang bawah geladak, setelah gerbang masuk. Akhirnya, semoga kunjungan anda membawa banyak manfaat dan menambah pengetahuan baru yang bisa anda ceritakan sebagai “oleh-oleh” ketika pulang nantinya.








MUSEUM ACEH
Alamat: 
Jl.S.A.Mahmudsyah no.12
Banda Aceh 23241
Telp. 0651-23144
Fax. 0651-21033
Jam Kunjungan:
Senin-Kamis 08.30-13.30
Jumat 08.30-11.00
Sabtu 08.30-12.30
Minggu 08.30-13.30
Sore buka 14.30-18.00
Tiket:
Dewasa Rp 1.500,00




Museum Aceh didirikan pada masa pemerintahan Hindia Belanda, yang pemakaiannya diresmikan oleh Gubernur Sipil dan Militer Aceh Jenderal H.N.A. Swart pada tanggal 31 Juli 1915. Pada waktu itu bangunannya berupa sebuah bangunan Rumah Tradisional Aceh (Rumoh Aceh). Bangunan tersebut berasal dari Paviliun Aceh yang ditempatkan di arena Pameran Kolonial (De Koloniale Tentoonsteling) di Semarang pada tanggal 13 Agustus - 15 November 1914. Di samping memamerkan berbagai macam koleksi pribadi F.W.Stammeshous (Kurator Atjeh Museum), Paviliun Aceh saat itu juga memamerkan aneka ragam benda pusaka para pembesar Aceh sehingga Paviliun tersebut tampil sebagai paviliun yang paling lengkap koleksinya dan memperoleh 4 medali emas, 11 medali perak, 3 perunggu, dan piagam penghargaan sebagai paviliun terbaik. Atas keberhasilan tersebut F.W.Stammeshous mengusulkan kepada Gubernur Aceh H.N.A.Swart agar Paviliun itu dibawa kembali ke Aceh untuk dijadikan Atjeh Museum yang kemudian diresmikan 31 Juli 1915 di Banda Aceh.
Setelah Indonesia merdeka, operasionalisasi Museum Aceh secara bergantian diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Tk.II Banda Aceh sampai tahun 1969, Badan Pembina Rumpun Iskandarmuda (Baperis) sampai tahun 1975, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sampai tahun 2002, dan kini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonomi (Pasal 3 ayat 5 butir 10f), operasionalisasi Museum tersebut menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Nomor 10 Tahun 2002 tanggal 2 Februari 2002, status Museum Aceh menjadi UPTD Museum Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam di lingkungan Dinas Kebudayaan.
Sampai 2003 Museum Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam mengelola 5.328 koleksi benda budaya dari berbagai jenis, dan 12.445 buku dari berbagai judul yang berisi aneka macam ilmu pengetahuan.

Rumoh Aceh merupakan rumah panggung yang miliki tinggi beragam sesuai dengan arsitektur si pembuatnya, namun pada kebiasaannya memiliki ketinggian sekitar 2,5 - 3 meter dari atas tanah. Terdiri dari tiga atau lima ruangan di dalamnya, untuk ruang utama sering disebut dengan rambat.
Merombak rumoh Aceh terbilang tidak begitu susah, misalnya saja ingin menambah ruangan dari tiga menjadi lima, maka tinggal menambahkan atau menghilangkan tiang bagian yang ada pada sisi kiri atau kanan rumah. Karena bagian ini yang sering disebut dengan seuramoe likot (serambi belakang) dan seuramoe reunyeun (serambi bertangga), yakni bagian tempat masuk ke rumoh Aceh yang selalu menghadap ke timur.
Rumoh Aceh yang bertipe tiga ruang memiliki 16 tiang, sedangkan untuk tipe lima ruang memiliki 24 tiang. Bahkan salah satu rumoh Aceh (peninggalan tahun 1800-an) yang berada di persimpangan jalan Peukan Pidie, Kabupaten Sigli, milik dari keluarga Raja-raja Pidie, Almarhum Pakeh Mahmud (Selebestudder Pidie Van Laweung) memiliki 80 tiang, sehingga sering disebut dengan rumoh Aceh besar. Ukuran tiang-tiang yang menjadi penyangga utama rumoh Aceh sendiri berukuran 20 - 35 cm.

Memasuki pintu utama rumoh Aceh, kita akan berhadapan dengan beberapa anak tangga yang terbuat dari kayu pada umumnya. Untuk tingginya sendiri, pintu tersebut pasti lebih rendah dari tinggi orang dewasa.
Biasanya tinggi pintu sekitar 120 - 150 cm dan membuat siapa pun yang masuk harus sedikit merunduk, konon makna dari merunduk ini menurut orang-orang tua adalah sebuah penghormatan kepada tuan rumah saat memasuki rumahnya, siapa pun dia tanpa peduli derajat dan kedudukannya. Selain itu juga, ada yang menganggap pintu rumoh Aceh sebagai hati orang Aceh. Hal ini terlihat dari bentuk fisik pintu tersebut yang memang sulit untuk memasukinya, namun begitu kita masuk akan begitu lapang dada disambut oleh tuan rumah.



Saat berada di ruang depan ini atau disebut juga dengan seuramoe keu/seuramoe reungeun, akan kita dapati ruangan yang begitu luas dan lapang, tanpa ada kursi dan meja. Jadi, setiap tamu yang datang akan dipersilahkan duduk secara lesehan atau bersila di atas tikar bak ngom (sejenis tumbuhan ilalang yang ada di rawa lalu diproses dan dianyam) serta dilapisi dengan tikar pandan.

Bagian-bagian Rumoh Aceh
Saat melihat rumoh Aceh, kita akan menjumpai terlebih dahulu dengan bagian bawahnya. Bagian bawah ini akrab disebut dengan yup moh/miyup moh, yakni bagian antara tanah dan lantai rumah.
Lazimnya dibagian bawah ini bisa kita dapati berbagi benda, seperti jeungki(penumbuk padi) dan kroeng (tempat menyimpan padi). Tidak hanya itu, bagian yup moh juga sering difungsikan sebagai tempat bermain anak-anak, membuat kain songket Aceh yang dilakoni oleh kaum perempuan, bahkan bisa dijadikan sebagai kandang untuk peliharaan seperti ayam, itik, dan kambing.
Beranjak ke bagian dalam rumoh Aceh merupakan tempat dimana segala aktifitas tuan rumah, baik yang bersifat pribadi ataupun bersifat umum. Pada bagian ini, secara umum terdapat tiga ruangan, yaitu: ruang depan, ruang tengah, dan ruang belakang.
Ruangan depan atau disebut dengan seuramoe reungeun merupakan ruangan yang tidak berbilik (berkamar-kamar). Dalam sehari-hari ruangan ini berfungsi untuk menerima tamu, tempat tidur-tiduran anak laki-laki, dan tempat anak-anak belajar mengaji saat malam atau siang hari. Disaat-saat tertentu, seperti ada upacara perkawinan atau upacara kenduri, maka ruangan inilah yang menjadi tempat penjamuan tamu untuk makan bersama.
Ruangan tengah yang disebut dengan seuramoe teungoh merupakan bagian inti dari rumoh Aceh, maka dari itu banyak pula disebut sebagai rumoh inong (rumah induk). Sedikit perbedaan dengan ruang lain, dibagian ruangan ini terlihat lebih tinggi dari ruangan lainnya, karena tempat tersebut dianggap suci, dan bersifat sangat pribadi. Di ruangan ini pula akan kita dapati dua buah bilik atau kamar tidur yang terletak di kanan-kiri dengan posisi menghadap ke utara atau selatan dengan pintu yang menghadap ke belakang. Di antara kedua bilik itu terdapat pula gang yang menghubungkan ruang depan dan ruang belakang. Rumoh inong biasanya ditempat untuk tidur kepala keluarga, dan anjong untuk tempat tidur anak gadis.
Bila anak perempuan baru saja kawin, maka dia akan menempati rumah inong ini. Sedang orang tuanya akan pindah ke anjong. Bila ada anak perempuannya yang kawin dua orang, orang tua akan pindah ke seuramoe likot, selama belum dapat membuat rumah baru atau merombak rumahnya. Di saat upacara perkawinan, mempelai akan dipersandingkan di bagian rumoh inong, begitu juga saat ada kematian rumoh inong akan digunakan sebagai tempat untuk memandikan mayat.
Ruangan belakang disebut seuramoe likot yang memiliki tinggi lantai yang sama dengan seuramoe reungeun, serta tidak mempunyai bilik atau sekat-sekat kamar. Fungsinya sering dipergunakan untuk dapur dan tempat makan bersama keluarga, selain itu juga dipergunakan sebagai ruang keluarga, baik untuk berbincang-bincang atau untuk melakukan kegiatan sehari-hari perempuan seperti menenun dan menyulam.
Namun, ada waktunya juga dapur sering dipisah dan malah berada di bagian belakangseuramoe likot. Sehingga ruang tersebut dengan rumoh dapu (dapur) sedikit lebih rendah lagi dibanding lantai seuramoe likot.
Setelah bagian bawah dan bagian dalam, kita lihat bagian atas dari rumoh Aceh. Tentunya bagian ini terletak di bagian atas seuramoe teungoh. Pada bagian tersebut sering diberi loteng yang memiliki fungsi untuk menyimpan barang-barang penting keluarga.
Ternyata membuat rumoh Aceh bukan hal mudah, jika dilihat dari segi bahan-bahan bangunan yang digunakan bisa susah kepayang untuk dicari saat ini, terutama kayu yang merupakan bahan utamanya. Kayu sendiri banyak digunakan untuk membuattameh (tiang), toi, roek, bara, bara linteung, kuda-kuda, tuleueng rueng, indreng, dan lain sebagainya. Ada juga kayu yang telah dijadikan sebagai papan, ini biasanya akan digunakan untuk membuat lantai dan dinding rumah.
Trieng (bambu) juga tidak kalah penting dalam pembuatan rumoh Aceh, salah satu gunanya untuk membuat gasen (reng), alas lantai, beuleubah (tempat menyemat atap), dan lain sebagainya. Enau atau aren juga adakalanya digunakan untuk membuat lantai dan dinding selain menggunakan bambu, daun Enau sendiri bisa juga sebagai pengganti daun rumbia untuk atap rumoh Aceh.
Ada juga taloe meu-ikat (tali pengikat) yang dibuat ijuk, rotan, kulit pohon waru, dan terkadang untuk saat ini biasa digunakan tali plastik. ‘Oen meuria (daun rumbia, buahnya sering dikenal dengan salak Aceh) merupakan salah satu bagian penting untuk pembuatan atap dari rumoh Aceh. Dan yang terakhir setelah ada daun rumbia, tentu peuleupeuk meuria (pelepah rumbia). Salah satu kegunaan pelepah rumbia digunakan untuk membuat dinding rumah, seperti rak-rak, dan sanding. Namun, pelepah ini bukan semata-semata pengganti dari papan.


 Filosofi dan Keunikan Rumoh Aceh
Rumoh Aceh bukan sekadar tempat hunian, tetapi merupakan ekspresi keyakinan terhadap Tuhan dan adaptasi terhadap alam. Oleh karena itu, melalui rumoh Aceh kita dapat melihat budaya, pola hidup, dan nilai-nilai yang di yakini oleh masyarakat Aceh. Adaptasi masyarakat Aceh terhadap lingkungannya dapat dilihat dari bentuk rumoh Aceh yang berbentuk panggung, tiang penyangganya yang terbuat dari kayu pilihan, dindingnya dari papan, dan atapnya dari rumbia.
Pemanfaatan alam juga dapat dilihat ketika hendak menggabungkan bagian-bagian rumah yang tidak menggunakan paku tetapi menggunakan pasak atau tali pengikat dari rotan. Walaupun hanya terbuat dari kayu, beratap daun rumbia, dan tidak menggunakan paku, rumoh Aceh bisa bertahan hingga 200 tahun. Pengaruh keyakinan masyarakat Aceh terhadap arsitektur bangunan rumahnya dapat dilihat pada orientasi rumah yang selalu berbentuk memanjang dari timur ke barat, yaitu bagian depan menghadap ke timur dan sisi dalam atau belakang yang sakral berada di barat.
Arah Barat mencerminkan upaya masyarakat Aceh untuk membangun garis imajiner dengan Ka’bah yang berada di Mekkah. Selain itu, pengaruh keyakinan dapat juga dilihat pada penggunaan tiang-tiang penyangganya yang selalu berjumlah genap, jumlah ruangannya yang selalu ganjil, dan anak tangganya yang berjumlah ganjil.
Selain sebagai manifestasi dari keyakinan masyarakat dan adaptasi terhadap lingkungannya, keberadaan rumoh Aceh juga untuk menunjukan status sosial penghuninya. Semakin banyak hiasan pada rumoh Aceh, maka pastilah penghuninya semakin kaya. Bagi keluarga yang tidak mempunyai kekayaan berlebih, maka cukup dengan hiasan yang relatif sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali.
Dalam rumoh Aceh, ada beberapa motif hiasan yang dipakai, yaitu:
Motif keagamaan yang merupakan ukiran-ukiran yang diambil dari ayat-ayat al-Quran;

Motif flora yang digunakan adalah stelirisasi tumbuh-tumbuhan baik berbentuk daun, akar, batang, ataupun bunga-bungaan. Ukiran berbentuk stilirisasi tumbuh-tumbuhan ini tidak diberi warna, jikapun ada, warna yang digunakan adalah merah dan hitam. Ragam hias ini biasanya terdapat pada rinyeuen (tangga), dinding, tulak angen, kindang, balok pada bagian kap, dan jendela rumah;

Motif fauna yang biasanya digunakan adalah binatang-binatang yang sering dilihat dan disukai;

Motif alam digunakan oleh masyarakat Aceh di antaranya adalah: langit dan awannya, langit dan bulan, dan bintang dan laut; dan

Motif lainnya, seperti rantee, lidah, dan lain sebagainya.
Wujud dari arsitektur rumoh Aceh merupakan pengejawantahan dari kearifan dalam menyikapi alam dan keyakinan (religiusitas) masyarakat Aceh. Arsitektur rumah berbentuk panggung dengan menggunakan kayu sebagai bahan dasarnya merupakan bentuk adap tasimasyarakat Aceh terhadap kondisi lingkungannya. Secara kolektif pula, struktur rumah tradisi yang berbentuk panggung memberikan kenyamanan tersendiri kepada penghuninya. Selain itu, struktur rumah seperti itu memberikan nilai positif terhadap sistem kawalan sosialuntuk menjamin keamanan, ketertiban, dan keselamatan wargagampong (kampung).
Bagi masyarakat Aceh, membangun rumah bagaikan membangun kehidupan itu sendiri. Hal itulah mengapa pembangunan yang dilakukan haruslah memenuhi beberapa persyaratan dan melalui beberapa tahapan. Persyaratan yang harus dilakukan misalnya pemilihan hari baik yang ditentukan oleh Teungku (ulama setempat), pengadaan kenduri, pengadaan kayu pilihan, dan sebagainya.
Musyawarah dengan keluarga, meminta saran kepada Teungku, dan bergotong royong dalam proses pembangunannya merupakan upaya untuk menumbuhkan rasa kekeluargaan, menanamkan rasa solidaritas antar sesama, dan penghormatan kepada adat yang berlaku. Dengan bekerjasama, permasalahan dapat diatasi dan harmoni sosial dapat terus dijaga. Dengan mendapatkan petuah dari Teungku, maka rumah yang dibangun diharapkan dapat memberikan keamanan secara jasmani dan ketentraman secara rohani. Tata ruang rumah dengan beragam jenis fungsinya merupakan simbol agar semua orang taat pada aturan.

Ada juga keunikan lainnya dari rumoh Aceh, yakni terletak di atapnya. Tali hitam atau tali ijuk tersebut (lihat gambar sebelah kiri) mempunyai kegunaan yang sangat berarti, saat terjadi kebakaran misalnya yang rentan menyerang atap karena bahan dari rumbia yang begitu mudah terbakar, maka pemilik rumah hanya perlu memotong tali tersebut. Sehingga, seluruh atap yang terhubungan atau terpusat pada tali hitam ini akan roboh dan bisa meminimalisir dampak dari musibah yang terjadi.
Dalam perkembangannya, masyarakat Aceh memiliki anggapan bahwa dalam pembuatan rumoh Aceh memiliki garis imajiner antara rumah dan Ka’bah (motif keagamaan), tetapi sebelum Islam masuk ke Aceh, arah rumah tradisional Aceh memang sudah demikian. Kecenderungan ini nampaknya merupakan bentuk penyikapan masyarakat Aceh terhadap arah angin yang bertiup di daerah Aceh, yaitu dari arah timur ke barat atau sebaliknya.
Jika arah rumoh Aceh menghadap kearah angin, maka bangunan rumah tersebut akan mudah rubuh. Di samping itu, arah rumah menghadap ke utara-selatan juga dimaksudkan agar sinar matahari lebih mudah masuk kekamar-kamar, baik yang berada di sisi timur ataupun di sisi barat. Setelah Islam masuk ke Aceh, arah rumoh Aceh mendapatkan justifikasi keagamaan. Nilai religiusitas juga dapat dilihat pada jumlah ruang yang selalu ganjil, jumlah anak tangga yang selalu ganjil, dan keberadaan gentong air untuk membasuh kaki setiap kali hendak masuk rumoh Aceh.
Adanya bagian ruang yang berfungsi sebagai ruang-ruang privat, seperti rumoh inong, ruang publik, seperti serambi depan, dan ruang khusus perempuan, seperti serambi belakang merupakan usaha untuk menanamkan dan menjaga nilai kesopanan dan etika bermasyarakat.
Keberadaan tangga untuk memasuki rumoh Aceh bukan hanya berfungsi sebagai alat untuk naik ke dalam rumah, tetapi juga berfungsi sebagai titik batas yang hanya boleh didatangi oleh tamu yang bukan anggota keluarga atau saudara dekat. Apabila dirumah tidak ada anggota keluarga yang laki-laki, maka “pantang dan tabu” bagi tamu yang bukan keluarga dekat (baca: muhrim) untuk naik ke rumah. Dengan demikian,reunyeun juga memiliki fungsi sebagai alat kontrol sosial dalam melakukan interaksi sehari-hari antar masyarakat.






Selasa, 13 November 2012

WISATA KULINER ACEH


MIE ACEH
Salah satu makanan khas Aceh paling diminati adalah Mie Aceh. Mie Aceh sudah mulai tren sejak tahun 1961 dan sekarang berkembang menjadi salah satu makanan favorit Aceh. Mie aceh merupakan masakan dari tepung yang diolah menjadi mie kuning dimasak dengan menggunakan bumbu dan sayuran seperti tauge, bawang merah, tomat serta dicampur dengan irisan sapi, kambing, seafood dan telur. Mie Aceh terdiri dari dua variasi yaitu Mie Goreng dan Mie Rebus. Biasanya Mie Aceh akan disajikan dengan ditaburi kerupuk mulieng (emping melinjo) dan mentimun. Mie Aceh dapat ditemukan diberbagai sudut Aceh namun ada beberapa Restoran yang khusus menyajikan Mie Aceh yang ingin menikmati sajian Mie Aceh dengan berbagai citra rasa istimewa.

Lokasi Kuliner Mie Aceh:
1. Mie Simpang Lima  : Jl. T. Chik Ditiro Kelurahan Peuniti – Banda Aceh
2. Mie Razali: Jl.Panglima Polem – Peunayong – Banda Aceh
3. Mie Midi : Jl. T. Chik Ditiro – Kelurahan Peuniti – Banda Aceh
4. Mie Turis: Jl. T. Nyak Arief Prada – Banda Aceh

ASAM KEUEUNG

Asam Keueung merupakan salah satu masakan khas Aceh. Masakan ini terasa asam dan pedas dan dalam bahasa Indonesia kata Asam Keueng berarti sayur Asam Pedas. Masakan ini hanya terdapat di Aceh dan penyajiannyapun juga berbeda. Aceh Besar merupakan wilayah yang mayoritas penduduknya mempunyai makanan yang bersumber dari ikan laut. Ikan-ikan yang diperoleh tersebut ketika dipilah akan menjadi Asam Keueng dan rasanya akan sangat berbeda dengan beberapa wilayah lain. Boleh dikatakan disetiap daerah Aceh memiliki bumbu Asam Keueng khas tersendiri.


AYAM TANGKAP
lokasi : (Rumah Makan Khas Aceh Rayeuk Jl. Medan-Banda Aceh Lueng Bata)

Bila anda ke Aceh belum sempurna tanpa mencoba masakan Ayam Tangkap khas Aceh Besar. Sebutan ayam tangkap sendiri terdengar unik dan cocok dengan masakannya dimana potongan-potongan daging ayam goreng seakan tersembunyi diantara rimbuan dedaunan bumbu masakan. Bila anda menikmati Ayam Tangkap bersama teman akan lebih seru karena akan ada sedikit perjuangan untuk mendapatkan potongan sebelum sempat ditangkap oleh teman anda. Rasanya seperti sedang memburu ayam didalam sebuah hutan.
Ayam tangkap merupakan potongan ayam, termasuk tulangnya dalam bentuk kecil-kecil, diberi bumbu. Bumbu seperti lada, bawang putih, jahe, dan kemiri memberi rasa rempah pada ayam. baru kemudian ayam digoreng. Tak lupa, aneka daun pun ikut digoreng, sebut saja seperti daun kari, daun salam, pandan, sampai daun jeruk. Jangan lupa, cabai hijau pun ikut digoreng. Setelah matang, semua gorengan ini disajikan dalam piring, lalu ditaburi bawang merah goreng. Aromanya bisa dibayangkan. Begitu harum dan membangkitkan selera makan. Aroma cabai pedas mencolok, berpadu keharuman pandan dan daun kari. Ayam goreng tak terlalu garing, tetap lembut saat digigit. Namun, beda dengan daun-daunnya. Akibat digoreng kering, daun pun begitu garing seperi keripik saat digigit. Jangan buang daun dan cabai goreng itu. Santap saja bersama ayam dan nasi. Makanlah daunnya saat masih panas agar kerenyahannya tetap terasa.
Sebagai teman makan ayam tangkap, Anda harus mencoba sambal ebi. Layaknya sambal terasi, kali ini terasi diganti dengan ebi. Rasanya gurih dengan tingkat pedas yang masih sopan di lidah. Rujak dari buah serut dan berkuah yang dingin harus Anda cicipi sebagai pencuci mulut.Selain ayam tangkap, di rumah makan Jambo Kencana, Anda juga harus mencoba menu-menu lainnya. Tak perlu repot mengambil atau memesan makanan. Seperti rumah makan Padang, semua menu disajikan di atas meja dalam porsi-porsi kecil. Anda tinggal menyomot masakan mana yang ingin Anda makan, tanpa perlu lagi memesan makanan ke pelayan. Begitu pula dengan minuman, air putih, misalnya, sudah terhidang. Hidangan penutup seperti buah dan rujak manis dingin pun sudah siap di meja.
 Kopi Aceh

Siapa yang tidak pernah mendengar tentang mantapnya Kopi Aceh tentu malu untuk mengaku sebagai pecinta kopi. Kopi Aceh bukan saja telah menjadi salah satu kesayangan para Pecinta Kopi Nusantara tapi juga sangat di kagumi oleh Coffee Lover di seluruh dunia.  Kopi Aceh memang telah menjadi andalan Indonesia dalam hal produksi dan keunggulan mutu. Pasalnya Sekitar 40 persen biji kopi Arabica tingkat premium dari total panen kopi di Indonesia merupakan hasil produksi dari daerah Aceh. Produksi Perkebunan Rakyat di Aceh pada tahun 2010 mencapai 50.774 Ton. Produksi kopi di Indonesia setiap tahunnya rata-rata mencapai 600 ribu ton dan lebih dari 80 persen produksi biji kopi tersebut berasal dari seluruh perkebunan rakyat di Indonesia.
 Budidaya kopi di Aceh secara besar-besaran dimulai pada masa                 kekuasaan pemerintah  Belanda di Tanah Gayo tahun 1904. Dimasa itu daerah Aceh Tengah atau yang sekarang dikenal sebagai Kabupaten Bener Meriah dijadikan onder afdeeling Nordkus Atjeh yang beribukota di Sigli. Salah satu fokus Pemerintah Belanda saat itu adalah pengembangan sektor perkebunan termasuk perkebunan kopi di Tanah Gayo yang berada diketinggian 1.000 – 1.700 m dpl. Pada tahun 1972 Kabupaten Aceh Tengah (Kab. Bener Meriah) tercatat sebagai penghasil kopi terbesar dibandingkan dengan kabupaten lainnya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan wilayah perkebunan seluas 19.962 ha.

Lokasi : §  Warung kopi Ulee Kareng “Jasa Ayah” yang berada di Jalan T. Iskandar no.13-14a Ulee Kareng dan Warung Kopi Solong adalah tempat minum kopi yang legendaris di Banda Aceh. Angkutan umum yang lalu lalang melewati lokasi ini, seperti: taxi, becak mesin dan labi-labi. Labi-labi yang melewati rute Warung Kopi Ulee Kareng adalah jurusan Ulee Kareng – Pasar Aceh.